Tulisan, Karakter dan Relevansi Gagasan Bung Hatta untuk Masa Kini 14 November 2018 – Posted in: Berita, Buku, Inspirasi – Tags: Betti Alisjahbana, Buku, Bung Hatta, Bung Hatta Anti Corruption Award, Kemendikbud
Oleh : Betti Alisjahbana
Selasa 13 November, 2018, bertempat di Auditorium Gedung A, Kemendikbud, telah diselenggarakan Peluncuran dan Talkshow 10 Seri Buku Karya Lengkap Bung Hatta. Bung Hatta, Bapak Bangsa kita sudah mulai menulis sejak berumur 16 tahun dan terus menulis hingga umur 77 Tahun. Tulisannya berbahasa Indonesia, Inggris, Belanda dan beberapa dalam bahasa Perancis. 10 Seri Buku Karya Lengkap Bung Hatta (KLBH) terdiri dari 800 tulisan dan diterbitkan oleh LP3ES bekerjasama dengan Universitas Bung Hatta.
Prof Emil Salim, Ketua Dewan Redaksi KLBH, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Indonesia punya dua Bapak Bangsa : Soekarno dan Hatta. Kita perlu mengerti apa pemikiran, cita-cita, aspirasi para Bapak Bangsa ini. Pemikiran-pemikiran Bung Karno bisa dibaca di buku “Dibawah Bendera Revolusi”. Buku-buku KLBH ini adalah agar kita semua memahami pemikiran, cita-cita dan aspirasi Bung Hatta. Kedua Bapak Bangsa kita saling melengkapi. Bung Karno dikenal dengan Pancasila, sementara Bung Hatta adalah pemikir dibalik UUD 45.
Bung Hatta mempunyai karakter demokrat, bukan hanya dalam ucapan tetapi dalam keseluruhan pemikiran dan perbuatannya. Bung Hatta selalu menekankan petingnya kedaulatan rakyat yang mencakup kedaulatan politik dan kedaulatan ekonomi. Hak individu untuk menyatakan pikiran dan pendapat secara lisan dan tertulis, dan hak berkumpul dan hak berserikat dijamin dalam UUD. Pemerintah menjamin Hak beragama, tetapi negara tidak perlu mengurus agama, biarlah para tokoh pemikir agama mengurusnya. Jangan sampai agama diperalat oleh negara. Pemerintah mengambil jarak dengan agama. Jangan sampai agama jadi alat politik.
Bung Hatta mendorong perkembangan koperasi agar rakyat dapat membangun kekuatan ekonomi. Industri yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, melalui BUMN. Demokrasi haruslah mencakup demokrasi ekonomi dan demokrasi politik agar tercapai keadilan di Indonesia untuk kemakmuran bersama.
Pada talkshow dengan Tema “Tulisan, Karakter dan Relevansi Gagasan Bung Hatta untuk Masa Kini” saya menyampaikan bahwa Bung Hatta memberikan teladan kejujuran, kesederhanaan, dan ketegasan untuk memisahkan dengan jelas, yang mana aset negara dan mana aset pribadi. Sebagai contohnya, sekretaris pribadi Bung Hatta pernah ditegur karena menggunakan kertas sekretariat wakil presiden untuk menuliskan surat pribadi Bung Hatta. Untuk itu Bung Hatta mengganti 3 lembar kertas yang digunakan tadi.
Bung Hatta, sebagai sebagai pemimpin dan negarawan secara konsisten menjadi contoh bagaimana tidak menyalah gunakan jabatan. Contohnya ketika ibu Rahmi Hatta, menghemat pengeluaran keluarga agar bisa membeli mesin jahit. Setelah uangnya terkumpul dan hampir mencukupi untuk membeli mesin jahit, tiba-tiba ia dikejutkan berita bahwa Pemerintah RI menerbitkan kebijakan sanering atau pemotongan nilai uang hingga tinggal 10 persennya. Maka, Rp 1.000 menjadi Rp 100 dan seterusnya. Tujuannya untuk mengatasi kondisi ekonomi yang memburuk waktu itu. Bung Hatta merahasiakan kebijakan sanering, termasuk kepada isterinya. Sebagai akibatnya uang yang semula hampir mencukupi untuk membeli mesin jahit menjadi tidak cukup. Ini menunjukkan pemisahan yang jelas antara peran sebagai Wakil Presiden dan sebagai suami.
Keteladanan Bung Hatta dalam kejujuran dan integritas ini telah menjadi alasan mengapa namanya digunakan untuk penghargaan “Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA)”. Perkumpulan BHACA adalah komunitas yang sadar mengenai bahaya-bahaya korupsi bagi kelangsungan hidup berrnasyarakat dan berbangsa. Perkumpulan ini mengajak masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam memberikan dorongan (encouragement), pemberdayaan (empowerment) dan perlindungan (protection) bagi mereka yang telah berjuang melawan praktek-praktek korupsi dan mengupayakan perubahan itu.
Perkumpulan BHACA memberikan penghargaan pada pemimpin yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Bersih dari praktek korupsi, tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan atau jabatannya, menyuap atau menerima suap;
2. Berperan aktif, memberikan inspirasi atau mempengaruhi masyarakat atau lingkungannya dalam pemberantasan korupsi.
Penerima penghargaan dipilih dengan sangat hati-hati oleh dewan juri independen, dan para calon penerima diminta persetujuannya untuk menerima penghargaan tersebut, sebelum diumumkan, sebab penghargaan ini bisa ditarik kembali apabila penerimanya melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan spirit penghargaan ini. Dengan nama Bung Hatta yang mempunyai reputasi yang luar biasa, penghargaan ini memang memberikan beban tersendiri bagi para penerimanya.
Penghargaan BHACA dimulai pada tahun 2003 dan diselengarakan dua tahun sekali. Sampai saat ini sudah tujuh kali diselenggarakan dan sudah ada 17 orang yang menerima penghargaan tersebut. Mereka diharapkan dapat menjadi inspirasi dan menyebarkan semangat anti korupsi, seperti yang telah diteladankan oleh Bung Hatta, diantaranya melalui road show ke kampus-kampus.