Apakah Insentif Finansial Efektif ? 12 Oktober 2017 – Posted in: Tanya Jawab – Tags: , , ,

Beberapa waktu yang lalu saya merima pertanyaan dari salah seorang pemimpin perusahaan sebagai berikut:

“Apakah insentif finansial, terutama bagi para tenaga pemasaran, efektif ?”

Sepanjang karir saya di IBM selama 24 tahun saya terbiasa dengan sistem insentif. Selama itu pula saya tidak pernah mempertanyakan apakah cara itu adalah cara yang paling efektif untuk meningkatkan motivasi para pegawai.

Saya memang melihat bahwa dengan sistem insentif finansial, tim pemasaran dan penjualan tampak bersemangat dan berlomba-lomba untuk meningkatkan penjualan, apalagi menjelang akhir tahun. Bulan Desember, ketika banyak pihak sudah berpikir untuk berlibur akhir tahun, kesibukan di kantor kami justru mencapai puncaknya. Biasanya tidak ada yang cuti pada bulan tersebut, demi mencapai kinerja tahunan yang baik.

Pada bulan Desember itu pula kami perlu lebih awas untuk meyakinkan tidak ada pengakuan pendapatan yang tidak wajar dan melanggar peraturan. Hal ini perlu dilakukan karena demi mencapai target tahunan, kadang-kadang ada upaya-upaya untuk menarik pendapatan yang seharusnya untuk bulan Januari atau Februari tahun berikutnya, untuk masuk ke pendapatan Desember.

Setelah saya menjadi inspirator dan konsultan di QB Leadership Center, beberapa kali saya berhubungan dengan perusahaan-perusahaan yang memilih untuk tidak menerapkan Insentif finansial (motivasi eksternal), termasuk untuk tim salesnya. Mereka percaya dengan kekuatan motivasi intrinsik yang telah ada di setiap individu. Pemimpin harus dapat menyingkirkan penghalang atau hambatan agar motivasi intrinsik tersebut muncul.

Setidaknya dua perusahaan yang menerapkan cara ini merasa pendekatan ini efektif. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan usaha yang jauh lebih tinggi dari para pesaingnya, serta keterlibatan karyawan yang tinggi. Saya juga melihat kerjasama tim dan inovasi tumbuh subur di perusahaan-perusahaan ini. Syaratnya tentu saja para pemimpin dan manajer harus menjalankan perannya didalam memotivasi segenap timnya.

Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel dari Harvard Business Review berjudul “Why Incentive Plans Cannot Work”. Intisari dari artikel tersebut saya tuliskan di bawah ini :

Mengapa Program Insentif Tidak Dapat Berfungsi ?

Menurut berbagai studi yang dilakukan di laboratorium, di dunia kerja, di kelas, dan bentuk lain, insentif melemahkan proses yang ingin diperbaiki. Insentif hanya menghasilkan kepatuhan sementara. Untuk menghasilkan perubahan sikap dan perilaku yang tahan lama, reward dan punisment sangat tidak efektif.

Ada 6 masalah dalam Program Insentif :

1. Uang Bukan Motivator

Meskipun pendapatan yang terlalu kecil akan mengganggu dan menurunkan motivasi, tidak berarti bahwa lebih banyak uang akan meningkatkan kepuasan atau meningkatkan motivasi.

2. Rewards Punish

Hukuman dan insentif adalah dua sisi mata uang yang sama. Insentif punya efek hukuman. “Lakukan ini maka anda akan mendapatkan itu” tidak berbeda dengan “Lakukan ini, bila tidak maka ini yang akan terjadi pada kamu”. Tidak mendapatkan insentif yang sudah diharapkan efeknya sama dengan dihukum, efeknya mematahkan semangat. Suasana kerja yang ditimbulkan adalah orang merasa dikontrol, bukan suasana kerja yang kondusif bagi eksplorasi, belajar, dan kemajuan.

3. Insentif Mengurangi Kerjasama

Hubungan baik antar pegawai sering kali jadi korban perebutan insentif. Gerakan Total Quality Management menekankan bahwa program insentif dan sistem penilaian kinerja yang mengikutinya, mengurangi kerjasama. Peter R. Scholtes, dari Joiner Associates Inc. mengatakan “Setiap orang memberikan tekanan pada sistem agar bisa mendapatkan keuntungan individu. Tidak ada yang memperbaiki sistem untuk keuntungan bersama. Pasti sistemnya akan rusak”. Kualitas yang baik tidak akan terjadi tanpa kerjasama yang baik.

Para pegawai bersaing untuk insentif yang terbatas, biasanya mengakibatkan mereka melihat sesama pegawai sebagai saingan yang menghambat suksesnya. Hubungan atasan dan bawahan juga bisa rusak. Contohnya pegawai akan cenderung untuk menyembunyikan kesalahan, karena khawatir akan membuat dirinya tampak kurang kompeten di mata atasannya (yang punya kontrol terhadap insentif).

4. Insentif Finansial Menyampingkan Alasan Mendasar

Mengandalkan insentif untuk memompa produktifvitas seringkali membuat para manajer lupa pada alasan-alasan yang lebih mendasar yang bisa membuat perubahan yang berarti. Memberikan masukan, dukungan moral, dan ruang untuk membangkitkan determinasi personal adalah esensi dari manajemen yang baik.

5. Insentif Menghalangi Pengambilan Resiko

Orang akan cenderung melakukan apa yang diminta apabila hadiahnya signifikan. Ini adalah akar masalahnya. Apabila seseorang didorong untuk berpikir apa yang akan didapatkannya dengan melakukan suatu pekerjaan, dia akan cenderung tidak mengambil resiko/mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan lain. Dengan kata lain imbalan mengorbankan kreativitas.

6. Insentif Finansial Meremehkan Minat

Apabila tujuan kita adalah “excellence” tidak ada insentif artifisial yang bisa mengalahkan kekuatan motivasi intrinsik. Orang yang melakukan pekerjaan yang luar biasa, biasanya bukan karena uang, melainkan karena mereka mencintai apa yang dikerjakannya.

Banyak yang akan terkejut dengan kenyataan bahwa motivator ekstrinsik adalah pengganti yang buruk dari minat yang murni terhadap pekerjaan. Semakin seorang manajer menekankan pada apa yang akan didapat pegawai bila dia melakukan pekerjaan dengan baik, semakin berkurang pula ketertarikan pegawai tersebut kepada pekerjaannya sendiri. Berbagai riset menunjukkan hal ini. Insentif membuat seseorang fokus pada pertimbangan finansial.

Berdasarkan informasi di atas, mungkin Anda ingin tahu nasihat apa yang saya berikan kepada pemimpin perusahaan yang bertanya kepada saya tentang apakah insentif efektif ? Jawaban saya adalah, lebih baik dan lebih efektif fokus pada membangkitkan motivasi intrinsik, karena ini akan memberikan efek yang jangka panjang.

Tentunya untuk membangkitkan motivasi intrinsik para pegawai perusahaan membutuhkan manajer di setiap lini yang mampu menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu memberikan masukan, melakukan coaching, memberikan dukungan dan memberikan ruang bagi masing-masing anggota timnya untuk berkembang dan menyingkirkan penghalang atau hambatan agar motivasi intrinsik mereka dapat muncul.

Selamat membangkitkan motivasi intrinsik.

 

 

Salam hangat penuh semangat,

Betti Alisjahbana